Tahapan
perkembangan anak yang penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan
perkembangan selanjutnya adalah pada masa usia sekolah dasar (sekitar 6,0 –
12,0). Karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar masih termasuk dalam tahap
atau fase pertumbuhan dan perkembangan. Siswa kelas IV sekolah dasar biasanya berumur
antara 10-11 tahun.
Perkembangan
setiap individu tidak hanya dalam satu aspek saja, tetapi dalam beberapa aspek.
Havighurst (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.21) mengemukakan
bahwa “setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan
aspek-aspek, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan sosial”. Kartono (dalam
Sobur Alex, 2009: 128) mengemukakan bahwa pertumbuhan sebagai “Perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang
berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat, dalam passage/peredaran waktu tertentu”. Kartono juga mendefinisikan
tentang perkembangan sebagai perubahan psikofisis sebagai hasil proses
pematangan fungsi psikis dan fisis pada anak dengan ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar menuju kedewasaan. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan memiliki arti yang sama.
Erik Erikson
(dalam Rita Eka Izzati, dkk, 2008: 25-26) menggolongkan masa remaja/10-20 tahun
ke dalam siklus identitas dan kebingungan identitas. Pada masa ini anak
dihadapkan pada penemuan siapa diri mereka, bagaimana nantinya, serta kemana
anak tersebut menuju dalam kehidupannya. Anak dihadapkan banyak peran baru dan
status orang dewasa. Jika pada masa ini anak ditolak perannya oleh orang tua,
maka anak tidak memamadai dalam menjajaki banyak peran nantinya.
Siti
Rahayu Haditono (2006: 214) membagi fase perkembangan menjadi lima yaitu:
1)
Stadium
sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Pada
stadium ini nampak perkembangan anak. Pada mulanya anak bergerak terus atas
dasar tingkah laku refleksi murni. Sama sekali belum ada differensiasi antara
anak dan sekitarnya. Baru pada akhir periode ini nampak differensiasi yang
jelas antara subjek dan objek. Contoh yang paling jelas mengenai arah
perkembangan ini adalah gejala permanensi objek. Bagi anak umur 8 bulan objek
tidak ada eksistensinya lagi bila misalnya disembunyikan di belakang layar.
Baru sekitar umur 9-12 bulan anak mampu untuk menemukan kembali objek-objek
yang disembunyikan. Anak pada usia ini hanya mencarinya di tempat objek tadi
disembunyikan pertama kali.
2)
Stadium
Pra-operasional (± 18 bulan-7 tahun)
Pada
proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis,
berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu untuk
mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir pra-operasional sangat memusat.
Bila anak dikonfontrasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan
memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan
dimensi-dimensi lain dan akhirnya mengabaikan hubungan antara dimensi-dimensi
ini. Sangat khusus bagi anak dalam periode ini adalah percakapan antara orang
dewasa dan anak.
3)
Stadium
operasional konkret (7-11 tahun)
Stadium operasional konkret dapat
menjadi ciri-ciri negatif pada stadium berpikir pra-operasional. Cara berpikir
anak yang operasional konkret kurang egosentris. Ada kekurangan dalam cara
berpikir operasional konkret. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis
tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Anak belum mampu untuk
menyelesaikan masalah dengan baik apabila dihadapkan dengan masalah secara
verbal tanpa ada bahan yang konkret.
4)
Stadium
operasional formal (mulai 11 tahun)
Berpikir
operasional formal mempunyai dua sifat yang penting:
a) Sifat
deduktif-hipotesis
Anak yang berpikir operasional
formal, akan bekerja dengan cara lain. Ia akan memikirkan dulu secara teoretis,
menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang ada. Atas
dasar analisisnya ini, lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis
teoretis ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengadakan
proposisi-proposisi tertentu, kemudian mencari hubungan antara proposisi yang
berbeda-beda tadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka berpikir operasional
formal juga disebut berpikir proposional.
b) Berpikir
operasional formal juga berpikir kombinatoris
Sifat
ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara
bagaimana melakukan analisisnya. Berpikir operasional formal memungkinkan orang
untuk mempunyai tingkah laku “problem
solving” yang ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian
hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
c) Perpindahan
dari berpikir pra-operasional ke operasional konkret
Piaget
menciptakan sejumlah tugas yang dapat menggambarkan perpindahan dari berpikir
pra-operasioanal ke operasional konkret. Tugas ini dipandang sebagai tugas
kriterium, artinya bila anak dapat menyelesaikan tugasnya maka ia berada di
dalam stadium operasional konkret. Beberapa dari tugas ini adalah sebagai
berikut:
(1) Mengatur
secara serial
Bila anak berada dalam
stadium pra-operasional diberi tugas untuk mengatur beberapa tongkat kecil yang
berlainan panjangnya, maka ia tidak mampu untuk mengaturnya menurut panjang
pendeknya tongkat-tongkat tadi. Anak yang berpikir operasional konkret dapat melakukan
hal itu.
(2) Klasifikasi
Bila anak umur 2-5
tahun diberi sejumlah balok yang mempunyai warna dan bentuk yang berbeda-beda
dan bila ia ditanya balok-balok mana yang sama, maka ia tidak dapat
menjawabnya. Anak hanya membuat apa yang disebut “conceptual chains” artinya ia meletakkan balok-balok dalam suatu
“seri” berdasarkan dasar konsepsi yang senantiasa berbeda.
(3) Konservasi
Anak pada stadium pra-operasional
belum mampu untuk mengerti mengenai suatu konservasi atau masalah yaitu sekitar
umur 4 tahun. Anak usia 5 tahun harus dianggap sebagai suatu peralihan artinya
kadang-kadang biasa kadang-kadang tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Mulai
umur 6 tahun anak akan dapat menyelesaikan masalahnya. Hal ini berhubungan
dengan pertanyaan bagaimana anak memperoleh pengertian bahwa sifat-sifat
tertentu akan tetap sama meskipun ada transformasi pada suatu objek.
Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Charlotte Buhler (dalam Sobur Alex, 2009: 131)
tentang pembagian fase perkembangan anak adalah sebagai berikut:
1) Fase
Pertama (0-1 tahun)
Pada fase/tahap ini
anak yang berkembang sedang menghayati berbagai objek di luar diri sendiri.
Anak sedang melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang
berhubungan dengan gerakan-gerakan anggota badan.
2) Fase
Kedua (2-4 tahun)
Fase ini merupakan fase pengenalan dunia objektif di luar
diri sendiri, yang mulai disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif.
Mulai dari pengenalan pada “aku” sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan
diri sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan yang
objektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar
dirinya. Anak sering bercakap-cakap dengan boneka atau berbincang-bincang
dengan hewan.
3) Fase
Ketiga (5-8 tahun)
Pada
tahap/fase ini bisa dikatakan sebagai masa sosialisasi anak. Pada masa ini,
anak sudah belajar untuk memasuki dunia luar atau masyarakat luas seperti taman
kanak-kanak, sekolah dasar maupun pergaulan dengan teman-teman sepermainannya.
Anak mulai belajar mengenal arti prestasi, pekerjaan, dan tugas-tugas
kewajiban. Jadi, yang penting untuk diperhatikan dalam fase/tahap ini adalah
berlangsungnya proses sosialisasi.
4) Fase
Keempat (9-11 tahun)
Fase
ini adalah masa Sekolah Dasar. Pada periode ini, anak mencapai objektivitas
tertinggi. Pada tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap menyelidik, mencoba,
dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa
ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih,
menjelajah, dan bereksplorasi. Pada masa ini, secara tidak sadar anak berpikir
tentang dirinya sendiri dan anak sering mengasingkan diri dan mulai “menemukan
diri sendiri”.
5) Fase
Kelima (14-19 tahun)
Fase ini merupakan masa tercapainya syinthese di antara sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap ke
luar, pada dunia objektif dan pada fase ini untuk kali kedua anak bersikap
subjektif dalam kehidupannya. Dengan tiba masa ini, masa perkembangan anak
sudah selesai dan berganti memasuki masa kedewasaan.
Menurut Bassett,
Jacka, dan Logan (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 11) secara
umum karakteristik anak usia sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1) Mereka
secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia
sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri;
2) Mereka
senang bermain dan lebih suka bergembira/riang;
3) Mereka
suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu
situasi dan mencobakan usaha-usaha baru;
4) Mereka
biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana
mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan;
5) Mereka
belajar secara efektif ketika mereka
merasa puas dengan situasi yang terjadi;
6) Mereka
belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar
anak-anak lainnya.
Menurut Jean
Piaget (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.15) mengemukakan empat
tahap proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa, yaitu :
1) Tahap
sensori motor (0,0 - 2,0)
Pada tahap ini mencakup hampir
keseluruhan gejala yang berhubungan langsung dengan panca indra. Anak saat
mulai mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa , mereka
menerapkannya dalam objek yang nyata dan anak mulai memahami hubungan antara
nama yang diberikan pada suatu benda.
2) Tahap
praoperasional (2,0 – 7,0)
Pada tahap ini, anak berkembang
sangat pesat. lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan suatu
benda konkret bertambah pesat serta mampu mengambil keputusan berdasarkan
intuisi, bukan berdasarkan rasional serta mampu mengambil suatu kesimpulan atas
apa yang telah diketahuinya walaupun hanya sebagian kecil.
3) Tahap
operasional konkret (7,0 – 11,0)
Pada tahap ini, anak sudah mampu
untuk berpikir secara logis. Mereka mampu berpikir secara sistematis untuk
mencapai suatu pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang muncul pada
anak adalah permasalahan yang konkret. Anak akan menemui kesulitan apabila
diberi tugas untuk mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi.
4) Tahap
operasional formal (11,0 – 15,0)
Pada tahap ini anak sudah memiliki
pola pikir seperti orang dewasa. Mereka mampu menerapkan cara berpikir dari
berbagai permasalahan yang dihadapi. Anak sudah mampu memikirkan buah
pikirannya, dapat membentuk suatu ide dan mampu berpikir tentang masa depan
secara realistis.
Berdasarkan
pendapat ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar adalah berada pada masa perkembangan
dan pertumbuhan. Banyak aspek yang berkembang pada diri anak seperti aspek
fisik, sosial, emosional, dan moral sehingga anak akan menemukan jati diri
mereka dan juga harus ditunjang oleh lingkungan dan proses pembelajaran menuju
kedewasaan. Siswa kelas IV sekolah dasar digolongkan ke dalam stadium
operasional konkret, anak mampu melakukan aktivitas logis, mampu menyelesaikan
masalah dengan baik tetapi masih sulit mengungkapkan sesuatu yang masih
tersembunyi. Pada masa usia ini, anak suka menyelidik berbagai hal serta anak
juga memiliki rasa ingin selalu mencoba dan bereksperimen. Anak memiliki rasa
ingin tahu yang besar serta mulai menjelajah dan mengeksplorasi berbagai hal.
Anak sudah mulai terdorong untuk berprestasi di sekolahnya, tetapi anak juga
masih senang untuk bermain dan bergembira. Berdasarkan hal ini, guru sepatutnya
lebih memahami dunia anak.
Bermanfaat.. izin share ya,oia boleh minta sumber-sumbernya?trims,jzk
BalasHapusthank atas argumen tersebut :)
BalasHapusBoleh minta sumbernya tidak ya kak
BalasHapusThank for watching ,bagi ilmu nya ,sehat selalu
BalasHapus