Selasa, 10 April 2012

Karakteristik Siswa Kelas IV SD


Tahapan perkembangan anak yang penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya adalah pada masa usia sekolah dasar (sekitar 6,0 – 12,0). Karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar masih termasuk dalam tahap atau fase pertumbuhan dan perkembangan. Siswa kelas IV sekolah dasar biasanya berumur antara 10-11 tahun.
Perkembangan setiap individu tidak hanya dalam satu aspek saja, tetapi dalam beberapa aspek. Havighurst (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.21) mengemukakan bahwa “setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan sosial”. Kartono (dalam Sobur Alex, 2009: 128) mengemukakan bahwa pertumbuhan sebagai “Perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat, dalam passage/peredaran waktu tertentu”. Kartono juga mendefinisikan tentang perkembangan sebagai perubahan psikofisis sebagai hasil proses pematangan fungsi psikis dan fisis pada anak dengan ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar menuju kedewasaan. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan memiliki arti yang sama.
Erik Erikson (dalam Rita Eka Izzati, dkk, 2008: 25-26) menggolongkan masa remaja/10-20 tahun ke dalam siklus identitas dan kebingungan identitas. Pada masa ini anak dihadapkan pada penemuan siapa diri mereka, bagaimana nantinya, serta kemana anak tersebut menuju dalam kehidupannya. Anak dihadapkan banyak peran baru dan status orang dewasa. Jika pada masa ini anak ditolak perannya oleh orang tua, maka anak tidak memamadai dalam menjajaki banyak peran nantinya.

Siti Rahayu Haditono (2006: 214) membagi fase perkembangan menjadi lima yaitu:
1)        Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Pada stadium ini nampak perkembangan anak. Pada mulanya anak bergerak terus atas dasar tingkah laku refleksi murni. Sama sekali belum ada differensiasi antara anak dan sekitarnya. Baru pada akhir periode ini nampak differensiasi yang jelas antara subjek dan objek. Contoh yang paling jelas mengenai arah perkembangan ini adalah gejala permanensi objek. Bagi anak umur 8 bulan objek tidak ada eksistensinya lagi bila misalnya disembunyikan di belakang layar. Baru sekitar umur 9-12 bulan anak mampu untuk menemukan kembali objek-objek yang disembunyikan. Anak pada usia ini hanya mencarinya di tempat objek tadi disembunyikan pertama kali. 
2)      Stadium Pra-operasional (± 18 bulan-7 tahun)
Pada proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis, berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu untuk mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir pra-operasional sangat memusat. Bila anak dikonfontrasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi lain dan akhirnya mengabaikan hubungan antara dimensi-dimensi ini. Sangat khusus bagi anak dalam periode ini adalah percakapan antara orang dewasa dan anak.
3)      Stadium operasional konkret (7-11 tahun)
              Stadium operasional konkret dapat menjadi ciri-ciri negatif pada stadium berpikir pra-operasional. Cara berpikir anak yang operasional konkret kurang egosentris. Ada kekurangan dalam cara berpikir operasional konkret. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Anak belum mampu untuk menyelesaikan masalah dengan baik apabila dihadapkan dengan masalah secara verbal tanpa ada bahan yang konkret.
4)      Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting:
a)      Sifat deduktif-hipotesis
            Anak yang berpikir operasional formal, akan bekerja dengan cara lain. Ia akan memikirkan dulu secara teoretis, menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang ada. Atas dasar analisisnya ini, lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis teoretis ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengadakan proposisi-proposisi tertentu, kemudian mencari hubungan antara proposisi yang berbeda-beda tadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka berpikir operasional formal juga disebut berpikir proposional.
b)      Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisisnya. Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku “problem solving” yang ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
c)      Perpindahan dari berpikir pra-operasional ke operasional konkret
Piaget menciptakan sejumlah tugas yang dapat menggambarkan perpindahan dari berpikir pra-operasioanal ke operasional konkret. Tugas ini dipandang sebagai tugas kriterium, artinya bila anak dapat menyelesaikan tugasnya maka ia berada di dalam stadium operasional konkret. Beberapa dari tugas ini adalah sebagai berikut:
(1)   Mengatur secara serial
Bila anak berada dalam stadium pra-operasional diberi tugas untuk mengatur beberapa tongkat kecil yang berlainan panjangnya, maka ia tidak mampu untuk mengaturnya menurut panjang pendeknya tongkat-tongkat tadi. Anak yang berpikir operasional konkret dapat melakukan hal itu.
(2)   Klasifikasi
Bila anak umur 2-5 tahun diberi sejumlah balok yang mempunyai warna dan bentuk yang berbeda-beda dan bila ia ditanya balok-balok mana yang sama, maka ia tidak dapat menjawabnya. Anak hanya membuat apa yang disebut “conceptual chains” artinya ia meletakkan balok-balok dalam suatu “seri” berdasarkan dasar konsepsi yang senantiasa berbeda.
(3)   Konservasi
Anak pada stadium pra-operasional belum mampu untuk mengerti mengenai suatu konservasi atau masalah yaitu sekitar umur 4 tahun. Anak usia 5 tahun harus dianggap sebagai suatu peralihan artinya kadang-kadang biasa kadang-kadang tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Mulai umur 6 tahun anak akan dapat menyelesaikan masalahnya. Hal ini berhubungan dengan pertanyaan bagaimana anak memperoleh pengertian bahwa sifat-sifat tertentu akan tetap sama meskipun ada transformasi pada suatu objek.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Charlotte Buhler (dalam Sobur Alex, 2009: 131) tentang pembagian fase perkembangan anak adalah sebagai berikut:
1)      Fase Pertama (0-1 tahun)
Pada fase/tahap ini anak yang berkembang sedang menghayati berbagai objek di luar diri sendiri. Anak sedang melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang berhubungan dengan gerakan-gerakan anggota badan.
2)      Fase Kedua (2-4 tahun)
            Fase ini merupakan fase pengenalan dunia objektif di luar diri sendiri, yang mulai disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif. Mulai dari pengenalan pada “aku” sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan diri sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan yang objektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar dirinya. Anak sering bercakap-cakap dengan boneka atau berbincang-bincang dengan hewan.
3)      Fase Ketiga (5-8 tahun)
Pada tahap/fase ini bisa dikatakan sebagai masa sosialisasi anak. Pada masa ini, anak sudah belajar untuk memasuki dunia luar atau masyarakat luas seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar maupun pergaulan dengan teman-teman sepermainannya. Anak mulai belajar mengenal arti prestasi, pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban. Jadi, yang penting untuk diperhatikan dalam fase/tahap ini adalah berlangsungnya proses sosialisasi.
4)      Fase Keempat (9-11 tahun)
Fase ini adalah masa Sekolah Dasar. Pada periode ini, anak mencapai objektivitas tertinggi. Pada tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada masa ini, secara tidak sadar anak berpikir tentang dirinya sendiri dan anak sering mengasingkan diri dan mulai “menemukan diri sendiri”.
5)      Fase Kelima (14-19 tahun)
            Fase ini merupakan masa tercapainya syinthese di antara sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap ke luar, pada dunia objektif dan pada fase ini untuk kali kedua anak bersikap subjektif dalam kehidupannya. Dengan tiba masa ini, masa perkembangan anak sudah selesai dan berganti memasuki masa kedewasaan.
Menurut Bassett, Jacka, dan Logan (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 11) secara umum karakteristik anak usia sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1)      Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri;
2)      Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang;
3)      Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru;
4)      Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan;
5)      Mereka belajar secara efektif  ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi;
6)      Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.
Menurut Jean Piaget (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009: 1.15) mengemukakan empat tahap proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa, yaitu :
1)   Tahap sensori motor (0,0 - 2,0)
Pada tahap ini mencakup hampir keseluruhan gejala yang berhubungan langsung dengan panca indra. Anak saat mulai mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa , mereka menerapkannya dalam objek yang nyata dan anak mulai memahami hubungan antara nama yang  diberikan pada suatu benda.
2)   Tahap praoperasional (2,0 – 7,0)
Pada tahap ini, anak berkembang sangat pesat. lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan suatu benda konkret bertambah pesat serta mampu mengambil keputusan berdasarkan intuisi, bukan berdasarkan rasional serta mampu mengambil suatu kesimpulan atas apa yang telah diketahuinya walaupun hanya sebagian kecil.
3)   Tahap operasional konkret (7,0 – 11,0)
Pada tahap ini, anak sudah mampu untuk berpikir secara logis. Mereka mampu berpikir secara sistematis untuk mencapai suatu pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang muncul pada anak adalah permasalahan yang konkret. Anak akan menemui kesulitan apabila diberi tugas untuk mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi.
4)   Tahap operasional formal (11,0 – 15,0)
Pada tahap ini anak sudah memiliki pola pikir seperti orang dewasa. Mereka mampu menerapkan cara berpikir dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Anak sudah mampu memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk suatu ide dan mampu berpikir tentang masa depan secara realistis.
Berdasarkan pendapat ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar adalah berada pada masa perkembangan dan pertumbuhan. Banyak aspek yang berkembang pada diri anak seperti aspek fisik, sosial, emosional, dan moral sehingga anak akan menemukan jati diri mereka dan juga harus ditunjang oleh lingkungan dan proses pembelajaran menuju kedewasaan. Siswa kelas IV sekolah dasar digolongkan ke dalam stadium operasional konkret, anak mampu melakukan aktivitas logis, mampu menyelesaikan masalah dengan baik tetapi masih sulit mengungkapkan sesuatu yang masih tersembunyi. Pada masa usia ini, anak suka menyelidik berbagai hal serta anak juga memiliki rasa ingin selalu mencoba dan bereksperimen. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar serta mulai menjelajah dan mengeksplorasi berbagai hal. Anak sudah mulai terdorong untuk berprestasi di sekolahnya, tetapi anak juga masih senang untuk bermain dan bergembira. Berdasarkan hal ini, guru sepatutnya lebih memahami dunia anak.

4 komentar:

  1. Bermanfaat.. izin share ya,oia boleh minta sumber-sumbernya?trims,jzk

    BalasHapus
  2. thank atas argumen tersebut :)

    BalasHapus
  3. Thank for watching ,bagi ilmu nya ,sehat selalu

    BalasHapus